gusmang94.blogspot.co.id

SEBUAH BLOG TENTANG BALI, TIPS-TIPS RINGAN, DUNIA MAYA
Tips Ringan

CONTOH LAPORAN KARYA WISATA

SELAMAT SORE BRO DAN SIS .....

Bagaimana kabarnya? Semoga sehat-sehat semuanya. Kali ini saya menulis artikel ringan tentang CONTOH LAPORAN KARYA WISATA
Biasanya orang yang pertama kali membuat laporan karya tulis ilmiah pasti sedikit bingung, bagaimana caranya, trus diapain dst. dst. Nah, dengan membaca contoh laporan karya wisata di bawah ini anda ada bayangan atau bagi yang sudah biasa mengerjakannya dipakai sebagai pembanding aja. Tapi alangkah baiknya baca dulu yang satu ini

LAPORAN KARYA WISATA



PERANAN CANDI BOROBUDUR

SEBAGAI OBYEK WISATA DAN BUDAYA INDONESIA




OLEH :

IDA BAGUS SATWIKA DHARMA ANAGATHA
KELAS XII IPS I
NOMOR ABSEN : 28



SMA (SLUA) SARASWATI

DENPASAR
BALI
2016


KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya.
         Karya tulis ini disusun sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Ujian Akhir Nasional di SLUA Saraswati 1 Denpasar.
            Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada yang terhormat :

  1. Bapak Ir. I Made Budi Adnyana, selaku Kepala Sekolah SLUA Saraswati 1 Denpasar.
  2. Ibu Dra. Ida Ayu Ketut Kendran, selaku Wakil Kepala Sekolah Kurikulum SLUA Saraswati 1 Denpasar.
  3. Bapak Dr. Ir. Deden Ismail, MSi., selaku ketua panitia pelaksana pembelajaran KTSP kegiatan wisata ilmiah Java Overland SLUA Saraswati 1 Denpasar.
  4. Bapak Dr. Drs. C. Sri Murdo Yuwono, MSi., selaku wakil ketua panitia pelaksana pembelajaran KTSP kegiatan wisata ilmiah Java Overland SLUA Saraswati 1 Denpasar.
  5. Bapak Drs. I Made Resika, selaku sekretaris panitia pelaksana pembelajaran KTSP kegiatan wisata ilmiah Java Overland SLUA Saraswati 1 Denpasar.
  6. Ibu Ni Nyoman Jani Artini, SS., selaku bendahara panitia pelaksana pembelajaran KTSP kegiatan wisata ilmiah Java Overland SLUA Saraswati 1 Denpasar.
  7. Bapak/Ibu guru pendamping dan teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan karya tulis ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi sempurnanya karya tulis ini.

Denpasar,   Juli 2016



Penulis



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR …………………………………………
i
DAFTAR ISI …………………………………………………
ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………
1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………
1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………..
1
1.3 Tujuan ……………………………………………………….
1
1.4 Manfaat ……………………………………………………..
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………
3
BAB III METODE PENULISAN ……………………………
4
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………
5
4.1 Lokasi Candi Borobudur ……………………………………
5
4.2 Sejarah Candi Borobudur……………………………………
5
4.3 Karmawibhangga  ……………………………………………
7
4.4 Tingkatan Ranah Spiritual Candi Borobudur …………………
8
4.5 Pembangunan Candi Borobudur ……………………………
10
4.6 Tahapan Pembangunan Candi Borobudur ……………………
11
4.7 Pemugaran Candi Borobudur ………………………………
 12
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………
 15
5.1 Kesimpulan…………………………………………………
 15
5.2 Saran ……………………………………………………..
 15
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………
 16
LAMPIRAN ………………………………………………
 17





BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi saat ini, banyak kesempatan yang diperoleh bagi siswa-siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang sedang menjalani proses pendidikan di masa depan, untuk dapat mengenal jati diri mereka agar nantinya dapat bersaing dan bersinergi baik di dunia pendidikan tinggi maupun di masyarakat. Sistem belajar mengajar tidak hanya di bangku sekolah saja akan tetapi bisa dilakukan juga di luar kelas (outing class) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pendidikan.
Oleh karena itu dilakukan kegiatan wajib bagi anak-anak kelas XI yang akan naik ke kelas XII dimana hasil kegiatan ini akan dilaporkan dalam suatu tulisan berupa karya ilmiah oleh setiap siswa kelas XII sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Ujian Akhir Nasional di SLUA Saraswati 1 Denpasar.
Untuk itu pada akhir Semester Genap tahun ajaran 2015/2016 SMA Saraswati 1 Denpasar melaksanakan Pembelajaran Kurikulum 2013 di Luar Kelas melalui Kegiatan Wisata Ilmiah Java Overland (Blambangan-Jakarta-Bandung-Jogjakarta) dari tanggal 11 Juni 2016 – 18 Juni 2016 yang diikuti oleh lebih kurang 280 orang siswa.
Salah satu agenda kegiatan wisata ilmiah itu adalah mengunjungi candi Budha terbesar di dunia yaitu candi Borobudur. Candi Borobudur ini merupakan salah satu obyek wisata yang terkenal di Indonesia bahkan dunia selain Bali dimana Bali sudah terkenal sebagai daerah destinasi wisata dunia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut : bagaimanakah peranan candi Borobudur sebagai obyek wisata dan budaya di Indonesia?
1.3 Tujuan
  1. Untuk mempelajari dan memahami tentang candi Borobudur sebagai budaya warisan bangsa Indonesia.
  2. Menanamkan rasa kebangsaan bahwa bangsa Indonesia mempunyai banyak ragam budaya .
  3. Menanamkan rasa kebersamaan agar di kemudian hari mampu melakukan kerja sama secara organisasi baik di pendidikan lebih tinggi maupun di masyarakat.
  4. Menambah pengetahuan dan pengalaman siswa agar terlatih di dalam menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan.
  5. Melatih siswa agar dapat membuat laporan kegiatan yang dilakukan di mana hal ini sangat diperlukan dalam proses pembelajaran.
1.4 Manfaat
  1. Menambah wawasan tentang candi Borobudur.
  2. Siswa dapat mengetahui keberagaman budaya bangsa Indonesia.
  3. Menambah pengetahuan dan pengalaman siswa terutama objek-objek wisata di pulau Jawa.
  4. Melatih siswa agar dapat membuat laporan karya ilmiah.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


Candi Borobudur adalah candi terbesar bagi pemeluk agama Budha dan salah satu dari tujuh keajaiban dunia sehingga terkenal sampai ke manca negara. Candi ini terletak di Kabupaten MagelangJawa TengahIndonesia. Lokasinya kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan di mana tiap tahun umat Buddha yang 
datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati hari Tri suci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah objek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.


BAB III
METODE PENULISAN


          Di dalam pengumpulan data karya tulis ini penulis menggunakan beberapa metode antara lain :


  1. Metode Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan secara langsung pada objek yang di teliti.
  2. Metode Interview, yaitu suatu metode pengumpulan data dengan jalan wawancara atau tanya jawab secara langsung kepada pemandu wisata.
  3. Metode Kepustakaan, yaitu suatu metode dimana data-data didapatkan dengan cara membaca dari berbagai macam buku pengetahuan yang isinya berkaitan dengan penyusunan laporan karya tulis ini.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Lokasi Candi Borobudur
Pada tanggal 16 Juni 2016 peserta studi tur mengunjungi candi Budha terbesar di dunia yaitu Candi Borobudur, setelah mengunjungi obyek wisata di Jakarta dan Bandung. Candi ini terletak di Kabupaten MagelangJawa TengahIndonesia. Lokasinya kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta.
4.2. Sejarah Candi Borobudur
Dalam Bahasa Indonesia, bangunan keagamaan purbakala disebut candi; istilah candi juga digunakan secara lebih luas untuk merujuk kepada semua bangunan purbakala yang berasal dari masa Hindu-Buddha di Nusantara, misalnya : gerbang (gapura), dan petirtaan (kolam dan pancuran pemandian). Asal mula nama Borobudur tidak jelas, meskipun memang nama asli dari kebanyakan candi di Indonesia tidak diketahui. Nama Borobudur pertama kali ditulis dalam buku "Sejarah Pulau Jawa" karya Sir Thomas Raffles. Raffles menulis mengenai monumen bernama borobudur, akan tetapi tidak ada dokumen yang lebih tua yang menyebutkan nama yang sama persis. Satu-satunya naskah Jawa kuno yang memberi petunjuk mengenai adanya bangunan suci Buddha yang mungkin merujuk kepada Borobudur adalah Nagarakretagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365.
Nama Bore-Budur yang kemudian ditulis BoroBudur kemungkinan ditulis Raffles dalam tata bahasa Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore (Boro) kebanyakan candi memang seringkali dinamai berdasarkan desa tempat candi itu berdiri. Raffles juga menduga bahwa istilah 'Budur' mungkin berkaitan dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa yang berarti "purba" maka bermakna, "Boro purba". Akan tetapi arkeolog lain beranggapan bahwa nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang berarti gunung.
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.
Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Tri Tepusan, Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari wangsa Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kamūlān yang disebut Bhūmisambhāra. Istilah Kamūlān sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa Sanskerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.
Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia, sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca Buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.
Selain candi Mendut dan Pawon, di sekitar Borobudur juga ditemukan beberapa peninggalan purbakala lainnya, di antaranya berbagai temuan tembikar seperti periuk dan kendi yang menunjukkan bahwa di sekitar Borobudur dulu terdapat beberapa wilayah hunian. Temuan-temuan purbakala di sekitar Borobudur kini disimpan di Museum Karmawibhangga Borobudur, yang terletak di sebelah utara candi bersebelahan dengan Museum Samudra Raksa. Tidak seberapa jauh di sebelah utara Candi Pawon ditemukan reruntuhan bekas candi Hindu yang disebut Candi Banon. Pada candi ini ditemukan beberapa arca dewa-dewa utama Hindu dalam keadaan cukup baik yaitu ShiwaWishnuBrahma, serta Ganesha. Akan tetapi batu asli Candi Banon amat sedikit ditemukan sehingga tidak mungkin dilakukan rekonstruksi. Pada saat penemuannya arca-arca Banon diangkut ke Batavia (kini Jakarta) dan kini disimpan di Museum Nasional Indonesia.
4.3. Karmawibhangga
Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Karmawibhangga adalah naskah yang menggambarkan ajaran mengenai karma, yakni sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan di akhiri untuk menuju kesempurnaan. Kini hanya bagian tenggara yang terbuka dan dapat dilihat oleh pengujung. Foto lengkap relief Karmawibhangga dapat disaksikan di Museum Karmawibhangga di sisi utara candi Borobudur.
4.4. Tingkatan Ranah Spiritual Candi Borobudur
Ada 3 tingkatan ranah spiritual dalam candi Borobudur yaitu :
1. Kamadhatu 
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian kaki asli yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 160 panel cerita Karmawibhangga yang kini tersembunyi. Sebagian kecil struktur tambahan di sudut tenggara disisihkan sehingga orang masih dapat melihat beberapa relief pada bagian ini. Struktur batu andesit kaki tambahan yang menutupi kaki asli ini memiliki volume 13.000 meter kubik.
2. Rupadhatu 
Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada dindingnya dihiasi galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan 1.300 gambar relief. Panjang relief seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir dekoratif. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk atau relung dinding di atas pagar langkan atau selasar. Aslinya terdapat 432 arca Buddha di dalam relung-relung terbuka di sepanjang sisi luar di pagar langkan. Pada pagar langkan terdapat sedikit perbedaan rancangan yang melambangkan peralihan dari ranah Kamadhatu menuju ranah Rupadhatu; pagar langkan paling rendah dimahkotai ratna, sedangkan empat tingkat pagar langkan diatasnya dimahkotai stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras bujursangkar ini kaya akan hiasan dan ukiran relief.
3. Arupadhatu 
Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu yang kaya akan relief, mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Pada pelataran lingkaran terdapat 72 dua stupa kecil berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang mengelilingi satu stupa besar sebagai stupa induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini disusun dalam 3 teras lingkaran yang masing-masing berjumlah 32, 24, dan 16 (total 72 stupa). Dua teras terbawah stupanya lebih besar dengan lubang berbentuk belah ketupat, satu teras teratas stupanya sedikit lebih kecil dan lubangnya berbentuk kotak bujur sangkar. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar. Rancang bangun ini dengan cerdas menjelaskan konsep peralihan menuju keadaan tanpa wujud, yakni arca Buddha itu ada tetapi tak terlihat.
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud yang sempurna dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga Buddha yang tidak rampung, yang disalahsangkakan sebagai patung 'Adibuddha', padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung di dalam stupa utama, patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. Menurut kepercayaan patung yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini. Stupa utama yang dibiarkan kosong diduga bermakna kebijaksanaan tertinggi yaitu kasunyatan, kesunyian dan ketiadaan sempurna di mana jiwa manusia sudah tidak terikat hasrat, keinginan, dan bentuk serta terbebas dari lingkaran samsara.
4.5. Pembangunan Candi Borobudur
Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah, yang kala itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75-100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.
Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa. Pada kurun waktu itulah dibangun berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M, raja beragama Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km (6.2 mil) sebelah timur dari Borobudur. Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan sudah rampung sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya pembangunan candi Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.
Pembangunan candi-candi Buddha termasuk Borobudur saat itu dimungkinkan karena pewaris Sanjaya, Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun candi. Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya, Panangkaran menganugerahkan desa Kalasan kepada Sangha (komunitas Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi. Petunjuk ini dipahami oleh para arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi masalah yang dapat menuai konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa saja menyokong dan mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya. Akan tetapi diduga terdapat persaingan antara dua wangsa kerajaan pada masa itu wangsa Syailendra yang menganut Buddha dan wangsa Sanjaya yang memuja Siwa yang kemudian wangsa Sanjaya memenangi pertempuran pada tahun 856 di perbukitan Ratu Boko. Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara Jonggrang di Prambanan, candi megah yang dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban wangsa Sanjaya untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa Syailendra, akan tetapi banyak pihak percaya bahwa terdapat suasana toleransi dan kebersamaan yang penuh kedamaian antara kedua wangsa ini yaitu pihak Sailendra juga terlibat dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.
4.6. Tahapan Pembangunan Borobudur
Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal yang sangat besar memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar dan berat ini membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur memutuskan untuk membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa kecil dan satu stupa induk seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan Borobudur:
  1. Tahap pertama : Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan kurun 750 dan 850 M). Borobudur dibangun di atas bukit alami, bagian atas bukit diratakan dan pelataran datar diperluas. Sesungguhnya Borobudur tidak seluruhnya terbuat dari batu andesit, bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga menyerupai cangkang yang membungkus bukit tanah. Sisa bagian bukit ditutup struktur batu lapis demi lapis. Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun tiga undakan pertama yang menutup struktur asli piramida berundak.
  2. Tahap kedua : Penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak melingkar yang diatasnya langsung dibangun stupa tunggal yang sangat besar.
  3. Tahap ketiga : Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil dibangun berbaris melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang besar di tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula dirancang berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai batur-batur teras bujur sangkar. Akan tetapi stupa besar ini terlalu berat sehingga mendorong struktur bangunan condong bergeser keluar. Patut diingat bahwa inti Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga tekanan pada bagian atas akan disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya sehingga Borobudur terancam longsor dan runtuh. Karena itulah diputuskan untuk membongkar stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya dengan teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan hanya satu stupa induk. Untuk menopang agar dinding candi tidak longsor maka ditambahkan struktur kaki tambahan yang membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan runtuh keluar, sekaligus menyembunyikan relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu
  4. Tahap keempat : Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki.
4.7. Pemugaran Candi Borobudur
Adapun pemugaran candi Borobudur telah dilakukan berulang kali dari mulai ditemukannya sampai saat ini sebagai berikut :
  1. Tahun 1814 - Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa, mendengar adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
  2. Tahun 1873 - monografi pertama tentang candi diterbitkan.
  3. Tahun 1900 - pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan candi Borobudur.
  4. Tahun 1907 - Theodoor van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911.
  5. Tahun 1926 - Borobudur dipugar kembali, tapi terhenti pada tahun 1940 akibat krisis malaise dan Perang Dunia II.
  6. Tahun 1956 - Pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCOProf. Dr. C. Coremans datang ke Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
  7. Tahun 1963 - Pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur, tapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.
  8. Tahun 1968 - Pada konferensi-15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi bantuan untuk menyelamatkan Borobudur.
  9. Tahun 1971 - Pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran Borobudur yang diketuai Prof.Ir.Roosseno.
  10. Tahun 1972 - International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai negara dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.
  11. Tahun 10 Agustus 1973 - Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur; pemugaran selesai pada tahun 1984
  12. Tahun 21 Januari 1985 - terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa pada Candi Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali. Serangan dilakukan oleh kelompok Islam ekstremis yang dipimpin oleh Husein Ali Al Habsyi.
  13. Tahun 1991 - Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
  1. Candi Borobudur berperanan besar sebagai obyek wisata dan budaya di Indonesia bahkan dunia dimana candi ini memiliki nilai budaya dan historis yang adi luhung.
  2. Sebagai destinasi wisata yang utama candi Borobudur semestinya mampu menarik jutaan wisatawan tiap tahunnya sehingga menambah devisa Negara.
5.2 Saran
  1. Sebagai warisan dunia candi Borobudur sudah semestinya kita rawat dan jaga sehingga anak cucu kita nanti dapat mengetahui bahwa bangsa Indonesia bangga mempunyai candi Borobudur.
  2. Saat peserta studi tur sedang berada di objek wisata disarankan agar waktu berkunjungnya lebih lama, sehingga siswa dapat menikmatinya.


DAFTAR PUSTAKA
Dr. Soekmono, Candi Borobudur - Pusaka Budaya Umat Manusia, Jakarta: Pustaka Jaya (1978)
Drs. R. Soekmono, (1973, 5th reprint edition in 1988). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, 2nd ed. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. p. 46.
Purnomo Siswoprasetjo (Wednesday, July 04 2012, 4:50 PM)."Guinness names Borobudur world’s largest Buddha temple"
R. Murdani Hadiatmadja (no year). Keterangan-keterangan tentang Karaton Yogyakarta. Yogyakarta: Tepas Pariwisata Karaton Ngayogyakarta.


LAMPIRAN


Gambar 1. Salah satu sudut candi Borobudur.
Stupa Borobudur.jpg


Gambar 2. Candi Borobudur dilihat dari arah barat laut.
400px-Borobudur-Nothwest-view


Gambar 3. Denah Borobudur membentuk mandala dalam kosmologi Budha


220px-Borobudur_Mandala

Demikianlah Bro dan Sis contoh laporan karya wisata. Sampai di sini dulu, sampai berjumpa di lain artikel. Semoga ada manfaatnya.


Salam

About Unknown

0 komentar:

Powered by Blogger.